Rabu, 21 September 2011

tersujud dalam rerumputan

bersandar ku dibawah pohon rindang, menatap indahnya hijau perkebunan disinari cahaya ringan matahari.. dengan selembar kertas ku gambar wajah indahnya.. angin bertiup mengitari raga ini, menyambut dinginnya jiwa ku yang kian pergi bersama dirinya.. ujung pensil ku menunjukan emosinya, disetiap goresannya makin tebal terasa.. ku arsir setiap helai rambutnya dengan usaha menempelkan senyum diwajahku.. makin dalam ku tekan pensil ini, hingga patah akhirnya.. ku terdiam..
bersandar kepala ku menyentuh pohon, menatap ku dengan mata ini menuju arah perkotaan..
runtuh bebangunan perlahan, awan memerahkan wujudnya, gemuruh petir menyambar sekitarku, bukit mulai retak, tanah bergeser menjauh membenci lawannya, bebatuan meledak menyambar wajah..
bangkit ku berdiri, merintihkan air mata terjatuh dan terseret angin.. berusaha tegar ku coba dengan indahnya luka.. masih ku genggam gambaran wajahnya, ku pandang sesekali dirinya didalam kertas..
ku menangis, ku terjatuh, duduk tersujud dalam rerumputan..
tertidur dan air hujan mulai menyentuh raga ku yg lemah..

ku simpan air mata dalam jeruji batin

semua begitu indah ketika semua disini, tertawa indah berbunga, bercanda gurau senang terasa.. bersulang rindu bersama.. tak terasa jiwa raga lama kembali menjadi satu dalam malam dengan lantunan musik halus ditelinga.. jiwa muda lama kembali menyentuh wajah, luka lama tertutup rata didalam renungan jiwa.. candaan, keseriusan, kebersamaan mereka kembali terasa dalam hangatnya ruangan ini..
lama sudah tak kurasa dan lihat kesejukan ini, ingin rasanya kubunuh jarum jam ketika ia melesat cepat.. detik demi detik ini ku nilai sangat berharga, maksimal kan daya ingat ku tentang sejarah ku bersama mereka..
setiap langkah ku disambut sapa, setiap ucapan kalimat ku disambut rasa.. ku lepas semua sedih ku didalam kaca, hanya dentuman senyum yang meledak didalam wajah.. ku simpan air mata dalam jeruji besi batin ku.. ku lepaskan semua bahagia ku dari dalam derita menuju ruangan hampa.. terisi indah dibenak ini melihat mereka kembali dalam mata ku.. sejarah ku, memori ku, diary ku kini ku meraih tangannya.. sungguh indah masa itu ketika ku mengingatnya.. jarum jam pun bertemu dalam masanya, rasa ingin meneteskan air mata mulai terasa ketika mereka tersadar sudah saatnya untuk beranjak menuju istana mereka sendiri.. langkah demi langkah mereka mencoba untuk pergi, cahaya kilatan dari sebuah kamera pun bersilau disegala arah..
ingin rasanya mengurung mereka dalam ruangan ini, namun ini adanya.. kami harus tetap menggoreskan pena dalam buku kehidupan kami, mencoba menulis dan berkarya lebih baik lagi..

Senin, 19 September 2011

dear, ayah dan bunda

kini hanya ku bisa memandangnya, sehelai foto keluarga.. merindukan kasih sayang mereka, kehilangan halusnya belai tangan dan genggamannya.. senyumannya hanya bisa ku lihat jauh.. kenangan berjalan bersama arungi pantai.. tawa canda bahagia sudah tak lagi terasa.. ku lihat sekitar tawa kecil anak-anak bahagia bersama ibunda tercinta dan ayahanda sang penjaga.. aku berdiri sepi disini memandang mereka.. mencoba menjadi peran sebagai anak bahagia.. membayangkan pun aku tak sanggup, terlalu jauh untuk merasanya..
air mata menetes tinggi dari mata menyentuh tanah.. tetap ku enggam erat foto mu ayah dan bunda..
berdiri tegar memandang rumah tangga dimana aku berlindung saat kecil.. kembali melihat kebelakang saat ku merasakan alunan indah pangkuan bunda saat ku tidur.. sambutan hangat kecil ayah ketika pulang kerja..
bayangan lampau saat aku menangis tengah malam dan ayah bunda menghampiri dengan senyum hangat menyambutku manja..
ayah bunda, tak ada sepatah kalimat yang lebih pantas lagi selain ucapan terima kasih..
harapan ku untuk ayah dan bunda masih panjang dan ingin ku buat nyata..
walau fiksi kini adanya, menghadapi didepan mata ayah dan bunda sudah tak lagi bersama..

nafas terakhir

bangkit jiwaku bersatu dari beratnya malam, mencoba ku meraih daratan ketika semalam lapur dalam mimpi ku, mimpi burukku.. masih terasa lebam wajah dan jiwa dirasa.. luka ku terus deras darah ku mengalir, pandanganku mulai redup.. ku lemahkan badanku.. berbaring menatap semua bayang hidupku percuma.. ku tahan luka ku sebisa kain ini menghambatnya, seraya getaran jantungku tak lagi terasa.. dingin kulit ku merambah lantai, dan matahari pun ikut redup sinarnya.. siksaan cambuk memecut sirna harapan yang tersisa.. tak lagi kuasa membendungi siasat mimpi tak terlaksana.. mencoba bangkit rebahkan kaki pun terasa pecahan kaca menusuk tajam kepercayaan untuk hidup.. mata ku berlari mengarah tanpa siklus yg jelas, menunggu jiwa ini tertinggal dalam sepi.. mati membawa mimpi tersisa dengan harapan sirna sia-sia.. hingga hembusan nafas terakhirku memanggil pelan namanya..

bayang diri kematian

hentakan kaki menuju arah tak berujung, dahaga melampiaskan ganasnya ditenggorokan.. sunyi senyap meraung tinggi, sedingin es dan sepanas api yg beradu dalam benak pikiran.. semua terasakan ketika mengucap sumpah, dengan mudah tajam panah terarah kedalam otak begitu pesat.. tetap ku tegar hentakan kaki tuk melangkah.. walau tajamnya belati terus menerkam nadi, walau lesatan peluru menggencar nadiku..
awan kelam pekat hitam membayangi rohku, kejaran malaikat pun cekat merebut nyawa ku..
langkah ku hampir terhenti, jeritan pita suaraku tak terbendung lagi..
burung gagak pun tak kuasa melihatku, mereka terbang mengitari dan turut mati..
ku merasa sampai dalam ujung nafasku, tanpa lelah ku terus bertahan dengan bisa harapan..
siksaan nadi ku terus terasa sakit, hingga ku temukan jalan buntu..
usaha ku meraih tangan indah mu, rangkulan mu tak lagi ku gapai..
tertidur raga ku, ku tutup mata ku.. putih..

Selasa, 13 September 2011

puing kehancuran

ku bangun pillar ini dengan penuh tawa.. bersamamu langkahkan alur cerita hidup kita sehalus sutra.. bercengkrama, bertahan dengan harapan penuh suka.. siapa sangka ku bertemu dengan mu, sang dewi dengan lantunan langkah mu yg anggun tatapan matamu menyejukan.. iringan kalimat mu begitu indah.. bahagia dibuat mu aku tak tahu harus berbuat apa.. aku berusaha disetiap nadi ku untuk membuat mu ceria.. kilatan hati ini begitu percaya akan segala nasihatmu.. ku lalui hidup ini bergantung padamu..
hingga saat itu tiba, belati tajam menusuk cepat ragaku.. pondasi kepercayaan ku runtuh ketika aku hanya sanggup melihat mu sirna.. pandangan wajahnya, senyumnya, dan indahnya pudar perlahan.. langit tak lagi tersenyum padaku.. note musik piano mistis pun melingkar ditelingaku.. hantu bayang mu seakan tak akan pernah pergi di pikiranku.. gedung-gedung runtuh, aku berlarian tanpa tujuan di dalam diri ku sendiri.. mencoba perlahan mengejarmu agar tetap berdiri bersama ku.. disini, ditempat ini.. namun aku tak kuasa bergerak, dan hanya bisa menatap senyuman mu dari kejauhan bersamanya..

yinyang

aku berjalan menuju arah tanpa arti.. seraya melangkahkan kaki arah yang hampa..
guntur angin melaju kencang menggoyahkan raga.. kehilangan harapan hidup tak terasa..
menolehkan mata menusuk jiwa.. tersesat antara bahagia atau kecewa..
siulan nada kematian terus mengikuti telingaku.. irama kehidupan tak lagi tertunjuk..
hingga ketika ku sadari semua berubah menjadi abu.. semua hal yg hitam terang menjadi merah..
siapa sangka aku bertahan hidup seperti ini.. melayani semua keluhan dengan senyuman..
harapanku mulai bangkit menatap cerahnya matahari.. ku mulai langkahkan kaki kedepan..
perisai badan berdiri begitu kokohnya.. abu kelam tersebar olah sinarmu..
sambut tanganku dengan hangatnya pelukmu.. hingga ku tau kau lah jawaban hidupku..

Jumat, 02 September 2011

awan bergemuruh tanda bersiap mencabut nyawa

aku tersadar mereka menyekapku, memberiku waktu untuk menyerahkan semua apa yang aku tau.
darah sudah mengaliri air mataku, aku tidak menangis aku hanya merasa tersiksa ulah luka ini.
nafasku sudah terengah alur mataku sudah tak beraturan, telinga ku sudah berdenging kencang.
aku tak sanggup berdiri, ku tahan raga ku untuk tetap bersandar menyatu lantai.
mereka kerap menendang ku, aku tak sanggup melawan ku serahkan saja nyawaku.
sebagian darah dalam tubuhku sudah mengalir keluar, dalam tubuhku hanya ada harapan.

hingga akhirnya dibawakan gadis itu, gadis tak berdosa itu.
mereka mengikatnya, ku tak kenal dia mereka mengancamnya.
tubuhku bergetar ragu akan bertahan.
awan bergemuruh tanda bersiap mencabut nyawa.
ku coba bangkit sebelum mereka menarik pelatuk peluru tajam itu.
ku berlari ke arahnya, berharap tidak menyiakan nyawanya..
dan...
semua terlambat aku berdiri tegar dan melihatnya.. terbangun.. dan aku bisa melihat tubuhku sendiri dari sini..

aku hanya tertawa melihat cerminan diri

ku buka kembali jendela kamarku, harapan sejuk merasuk dalam tubuhku.
langkah meraih jalan menuju balkon atas, seraya mencari inspiratif yg terlintas.
sorot mata ku tertuju dalam kesibukan sekitar, dan aku hanya menikmati pandangan awan yg berputar.
memutar kembali tentang memori yg ku miliki, bersiap rintangan apa kedepan yg ku hadapi.

teringat sudah apa yg sudah ku lalui tak ada mimpi, tak ada khayalan.
hidup tanpa keluarga yg utuh tak ada yg inginkan, tak bisa bersatu.
namun aku hanya tertawa melihat cerminan diri, hidup mengasihi.
berusaha menutup segala luka hati dan angan, hidup berjalan.

ku menahan air mata , walau luka
ku berjalan ke depan, walau tertekan
ku merintih sakit, walau bangkit
ku bela diri, walau tersepi